Selamat buat kamu yang sudah jadi mahasiswa!
Lalu kenapa?
Memang apa sih kerennya jadi mahasiswa? Kamu pikir kamu keren kalau jadi mahasiswa? Dengan jas almamater yang heroik kamu jadi bisa kembali ke sekolah kamu dan berkata, “Saya sekarang mahasiswa UNAIR loh” atau “Ini nih lihat jaket kuning UI saya”.
Oke,
itu memang salah satu bagian menyenangkan yang bisa dibanggakan, tapi
kalo udah bangga, kamu mau apa? Apa yang kamu dapatkan dari kebanggaan
tersebut?
“Seneng aja”
“Kepuasaan batin”
“Yah keren aja sih”
Ada lagi ?
Kamu
udah yakin dengan pilihan jurusan dan kampus kamu? Sudah sesuai dengan
panggilan jiwa belum? Atau kami masih bohong sama diri kamu?
“Iya saya sudah yakin kok sama pilihan saya”
“Ah masa sih?, Yakin? Itu kok muka masih belum pede tampaknya”
“Ya dibuat yakin dong, kan sudah keterima”
“Bener nih gak nyesel?”
“Emang ada pilihan lain kah?”
Kamu sudah jadi mahasiswa nih sekarang, lalu kamu mau jadikan titel kamu nanti untuk apa? Mau dijadikan apa titel yang kamu raih?
Sobat,
seorang rektor pernah berkata, biaya standar untuk seorang sarjana
teknik adalah Rp.28.000.000 setiap semesternya. Jumlah yang yang gak
kecil loh, coba saya tanya berapa biaya kuliah?
Dulu saya di ITB 1.850.000 per semesternya. Kabarnya sekarang sudah
mencapai hingga 5 juta rupiah per semesternya. Okelah kita pakai standar
sekarang saja, dan dengan asumsi biaya sarjananya tetap.
Dengan
asumsi ini saja saya bisa mengatakan kalau dalam satu semester, minimal
kita sudah memiliki hutang 23 juta per semesternya. Hutang? Pasti
banyak yang bertanya, itu hutang ke siapa? Hutangnya ke Rakyat Indonesia kawan. Mereka yang bayar pajak itu telah mensubsidi kuliah kamu, khususnya buat kamu yang kuliah di kampus negeri.
Pendidikan
yang berkualitas itu hakekatnya memang mahal, pertanyaannya siapa yang
akan menanggung biaya pendidikan tersebut? Dalam kasus Indonesia,
rakyatlah yang juga dibebankan untuk membiayai kuliah kita.
Saat pertama kali masuk ITB beberapa tahun yang lalu, seorang alumni yang sangat senior berbicara dalam sebuah sesi seminar.
“Untuk
masuk ITB, perbandingan tingkat kompetisinya adalah 1 banding 20.
Artinya ketika kamu bahagia karena telah masuk ITB, ada 19 anak muda
Indonesia lain yang menangis kecewa karena gagal diterima di ITB.”
Kamu kuliah
di subsidi oleh rakyat, maka untuk membalas budi pengorbanan uang yang
telah rakyat berikan, kamu minimal harus bisa kasih makan ke 76 orang
lainnya. Loh? Dari mana angka 76 tersebut?
Kita asumsikan 19 orang tersebut menikah dan memiliki dua anak saja, maka itu berarti 19 dikali 4 yaitu 76 orang.
Kata-kata
tersebut selalu terngiang di benak saya hingga saat ini, saya selalu
berpikir dan mencari jalan bagaimana bisa membuka kesempatan menambah
penghasilan bagi 76 orang. Tentu bukan hanya dengan membuka lapangan
kerja dengan menjadi entrepreneur, banyak cara untuk bisa berbagi
seperti dengan aktivitas sosial.
Bagaimanapun caranya, itulah yang perlu kita sama-sama pikirkan. Bahwa kamu jadi mahasiswa itu tidak mudah dan tidak bisa asal-asalan. Kamu perlu tanya ke diri kamu, “Saya mau berkontribusi apa selama jadi mahasiswa dan setelah lulus untuk negeri ini?”
Karena kuliah kamu bukan hanya menyangkut diri kamu, tetapi juga ratusan juta rakyat Indonesia di masa kini dan masa depan. Mahasiswa seringkali disebut sebagai unsur perbaikan negara, ya benar adanya kalimat tersebut. Karena ditangan mahasiswa yang nantinya akan masuk ke dunia nyata lah negeri ini bergantung harapan.
Kamu kuliah,
kamu termasuk dalam 18% rakyat Indonesia usia 18-23 tahun yang
beruntung bisa menikmati bangku di perguruan tinggi. Jumlahnya tidak
sampai 4.5 juta saja mahasiswa itu. Maka renungkanlah nasib 78% rakyat Indonesia yang lainnya.
Karena kamu itu mahasiswa,
ada kata MAHA di depan siswa. Maha itu identik dengan tidak terbatas
dan tidak pernah habis. Perlu di ingat, bahwa penggunaan kata MAHA itu
identik dengan sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan (co : Maha
Pengasih, Maha Penyayang). Menariknya bahasa Inggris nya dari Mahasiswa adalah student, atau terkadang ditambahkan College Student. Bahasa arabnya mahasiswa adalah thulabiy, sama dengan siswa. Mereka tidak menggunakan terminologi Great Student atau AkbaruThulabiy sebagai kata ganti mahasiswa.
Hanya di Indonesia yang menggunakan pola kata seperti ini. Kenapa? Karena ada sebuah harapan khusus bagi mahasiswa Indonesia untuk bisa memiliki karakter seorang Mahasiswa, seorang yang tidak pernah terbatas hasratnya untuk bisa menuntut ilmu.
Dalam sebuah lirik lagu perjuangan kampus yang berjudul “Kampusku”, sang pengubah lagu menuliskan seperti ini :
Berjuta Rakyat Menanti Tanganmu
Mereka Lapar dan Bau Keringat
Kusampaikan Salam Salam Perjuangan
Kami Semua Cinta Indonesia
Tapi kamu juga jangan terlalu Ge-er dulu dengan segala sanjungan untuk mahasiswa,
itu gak sekeren itu kok, kadang malah cuma klise belaka. Saya malah
berpikir terlalu banyak pujian untuk seorang yang menyandang label mahasiswa. Padahal jadi mahasiswa gak sekeren itu kok, apa sih mahasiswa?
Belajar males, kajian kebangsaan cuek, demo di jalan gak mau, kegiatan
pengembangan masyarakat juga gak peduli, bahkan fokus pada kompetensinya
saja juga enggan.
Apa sih mahasiswa
itu? Cuma mampu mejeng dengan tampang keren, sok bawa mobil ke kampus
padahal uang orang tua. Bergaya sana sini, ganti pacar tiap bulan, gak
nyimak dosen di kelas, ke kampus dandannya udah seperti mau ke resepsi
pernikahan.
Ngapain sih tuh mahasiswa?
Selama empat tahun di kampus akhirnya gak aplikasi ilmunya, berpikir
gimana ngasih makan dirinya saja, lupa kalau dia di bayarin rakyat saat kuliah, jadi manusia hedon yang lupa kalau masih banyak rakyat yang lapar dan bau keringat.
Ah mahasiswa,
apa pentingnya? Cuma bisa kritik keadaan negeri tanpa mau berpikir apa
yang bisa ia lakukan untuk negerinya. Hanya ribut diantara mahasiswa, bakar ban dan akhirnya rakyat lagi yang kembali menderita.
HEI KAMU YANG MENGAKU MAHASISWA !
Coba sekarang saya tanya buat kamu yang mau lulus kuliah, buat apa sih kamu kuliah? Abis kuliah mau kemana?
“Ikutin aja kemana angin membawa”
“Yah kita lihat nantilah gimana abis wisuda”
“Mau kerja dulu deh, sambil mikir mau ngapain setelahnya”
Umm. Okey, tidak ada yang salah dengan kalimat-kalimat tersebut. Tetapi kalimat-kalimat ini menandakan masih banyak diantara mahasiswa dan alumni muda yang bahkan tidak tau mau ngapain setelah lulus.
Helloooo.
Dimana #panggilanjiwa kamu kawan? Masih belum berjumpakah dengan
#panggilanjiwa kamu itu? Atau bahkan kamu tidak berusaha mencarinya?
Sobat,apakah
dunia kampus belum cukup untuk kamu dalam mem-#bangunmimpi? Butuh
berapa lama lagi untuk kamu agar bisa menemukan dan merencanakan mimpi
besar kamu sobat? Atau jangan jangan kamu lebih nyaman dalam
ketidakpastian mimpi kamu?
Mereka
yang tidak punya mimpi akan terjebak pada kegalauan hidup, dan bila
kegalauan hidup menemani mereka maka ketidakpastian akan menjadi
sahabat, dan akhirnya berujung pada ketidakjelasan manfaat hidup itu
sendiri.
APA KONTRIBUSI KAMU UNTUK NEGERI?
Percuma saja kamu kuliah
kalau ternyata pilihan jurusannya bukan yang kamu minati, bohong dengan
#panggilanjiwa hanya untuk mengejar titel di kampus negeri saja. Hidup
itu bukan sekedar titel kamu di dapat dimana, tetapi kamu mau berbuat
apa dengan titel tersebut untuk kebaikan dan kebermanfaatan.
Kamu
pikir jadi alumni dari kampus beken itu terjamin masa depannya kawan?
Saya justru banyak kenal teman, senior, dan junior saya di kampus yang
luntang-luntung gak jelas karena penuh kegalauan dalam menatap masa
depan. Mereka tidak membangun karakter diri selama jadi mahasiswa. Akibatnya? Hidup segan, Mati enggan.
Lantas,
apa yang bisa dibanggakan ketika setelah lulus hanya menjadi sekrup
kapitalis yang menghambakan diri pada uang dan rela ketika sumber daya
negeri ini dikeruk untuk kepentingan asing semata. Apa kalian lupa kalau
kalian kuliah disubsidi oleh negara? Uang rakyat itu kawan? Hasil pajak mereka yang berharap negeri ini lebih baik.
Buat
saya, percuma belajar mati-matian masuk perguruan tinggi kalau
ujung-ujungnya hanya memetingkan isi perut belaka dan tidak mampu
berkontribusi untuk bangsa. Sayang banget kawan. Bila 4-5 atau bahkan 6
tahun kuliah pada akhirnya hanya menjadi perusak negeri, yang serakah atas kebutuhan dunia.
Atau
lebih sadis lagi mereka para koruptor yang menghabiskan hidup untuk
merusak moral sosial bangsa. Seharusnya mereka mereka inilah yang di
klaim oleh Malaysia, bukan budaya Indonesia.
Rakyat negeri ini membiayai kamu kuliah
bukan hanya untuk mendapatkan IPK Cum Laude atau terancam Cum Laude.
Yakin nih yang IPK nya 4.00 itu benar-benar cerdas? Jangan-jangan mereka
cuma seorang robot yang jago menyelesaikan soal ujian, tetapi gampang
dalam menghadapi soal kehidupan.
Kamu kuliah di kampus teknik, jadilah teknokrat yang visioner. Kuliah di fakultas hukum, jadilah advokat yang adil. Belajar di jurusan ekonomi, maka jadilah ekonom yang bijak. Atau bila kamu kuliah
di kampus pertanian, bangunlah negeri ini dengan ilmu pertanian yang
kamu miliki, jangan mangkir dari kompetensi dan malah berpikir untuk
menjadi bankir.
Kuliah
itu mahal kawan, setau saya di UI sudah Rp.25.000.000, di ITB bahkan
ada yang mencapai Rp.50.000.000. Biaya per semester juga sudah semakin
besar, lalu apa yang kamu cari setelah lulus? Hanya bekerja sebagai
pegawai kah pilihan hidup kamu?
Masih banyak anak muda Indonesia yang tidak kuliah.
Atau alumni kampus yang katanya beken dan akhirnya memilih untuk
bersaing dalam job fair dengan alumni kampus yang katanya ga beken? Gak
malu ya sobat?
Yuk kita berpikir #beda, jangan berpikir “Mau kerja di perusahaan apa?”, melainkan “Mau buka lapangan kerja dimana ya?”
Saya sering bilang ke mahasiswa ITB, buat apa kamu bangga masuk ITB kalau hanya bisa jadi mahasiswa KUPU KUPU alias kuliah pulang kuliah pulang. Mending kamu sekalian aja pulang ke rumah orang tua kamu. Karena kita kuliah bukan hanya untuk mengejar nilai, kita kuliah untuk menikmati proses pembelajaran diri dalam setiap kesempatan.
Malu lah pakai jaket kuning UI yang katanya keren itu kalau gak peka sama isu sosial masyarakat, hanya mengenal kuliah-kafe-mall
saja. Helloo kawan, itu jaket kuning lambang perjuangan, apa kontribusi
kamu untuk negara. Kalau kamu sudah berkontribusi untuk negeri, barulah
boleh sedikit bangga dengan jaket kuning kamu sobat!
Atau mahasiswa UGM yang terkenal dengan jaket warna karun goni, itu warna kerakyatan, maka segen saya lihat mahasiswa UGM kalau melihat dan memikirkan realita rakyat aja gak mau. Jaket mu itu bukti pengorbanan sobat!
Malu lah gw jadi mahasiswa kalau sepanjang masa kuliahnya gak pernah demo di jalan
Ah capeklah kuliah itu kalau hanya mengejar nilai tetapi anti sosial, menjadi manusia robot yang bangga jadi sekrup kapitalis.
Buat kamu yang baru lulus SNMPTN atau segala bentuk ujian masuk perguruan tinggi lainnya. Berani janji kontribusi apa selama jadi mahasiswa? Atau udah cukup bangga dengan label mahasiswa?
Masuk
jurusan kedokteran kampus beken, tetapi gak mau praktek di daerah
terpencil, hanya mau jadi dokter di kota. Hmm percuma deh, di kota di
daerah daerah aja masih kekurangan dokter, di kota dokter menumpuk. Hmm
mendingan mundur deh.
Ayolah kawan! Kita Mahasiswa,
ada kata Maha di depan siswa, masa masih sama sama aja konsep
berpikirnya dengan mereka yang tidak sekolah. Malu lah kita sama tukang
bakso yang bisa punya 3 pegawai, mereka yang tidak kuliah aja bisa ngasih makan orang lain, lah mahasiswa? Bangun Idealisme itu kawan, sejak mahasiswa, kesempatan terakhir untuk membangun idealisme itu ada di kampus. Setelah lulus, kalian akan menikmati dunia nyata yang sangat kejam dan pragmatis.
Hidup itu bukan hanya tentang duit, duit, dan DUIT.
Mahasiswa itu #beda!
Yuk
kita bangun konsep berpikir yang dewasa. Jangan bangga ke kampus pakai
mobil orang tua untuk mejeng sana sini dan tidak peduli dengan
lingkungan sekitar, manja dalam belajar serta lemah karakter. Percuma
nanti di hari wisuda, para alumni itu hanya menambah daftar pengangguran
negeri ini, buat apa kamu kuliah sobat?
Sobat, mari kita maknai dengan #bijak kenapa kita harus kuliah. Ini bukan hanya sekedar mengikuti kebiasaan banyak orang. Tetapi ini tentang upaya membuat diri kita lebih mampu berkontribusi untuk pembangunan bangsa.
Sobat, kamu mau berkontribusi apa selama kuliah?
“Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”
-Ki Hajar Dewantara-
sUMBER : http://muhfachrizal.blogspot.com/2012/06/renungan-buat-apa-sih-kuliah.html
mohon sumber dari artikel tersebut dixantumkan gan , thanks http://muhfachrizal.blogspot.com/2012/06/renungan-buat-apa-sih-kuliah.html
ReplyDeleteiya gan trimakasih
ReplyDelete