Seorang Tukang tambal ban. Lima tahun yang lalun seringkali terkena 
obrakan, sebab lapaknnya atau tempatnya berada di tepi jalan. Suatu 
ketika, di pagi hari, ada seorang temannyayang mampir ke tempatnya.
Ketika mereka asyik berbicara, tiba-tiba seorang pengemis berdiri 
meminta. Si Tukang tambal ban merasa terganggu dengan kehadiran pengemis
 tersebut. Dia menolaknya, dan pengemis itupun berlalu. Demikian 
berturut-turut hingga ada beberapa pengemis yang selalu ditolaknya.
Kawannya bertanya. “Disini banyak pengemis yang datang ya?.”
“Wah, kalau dituruti, sehari bisa puluhan orang. Saya selalu menolak mereka. Buat apa mengajari orang malas.” Kata si Tukang tambal itu.
“Wah, kalau dituruti, sehari bisa puluhan orang. Saya selalu menolak mereka. Buat apa mengajari orang malas.” Kata si Tukang tambal itu.
Kawannya diam sejenak. Lalu berbicara, “Kalau boleh menyatakan, 
sebaiknya jika ada pengemis jangan ditolak. Meskipun seratus perak. 
berikanlah kepadanya!.”
Si tukang tambal ban tersenyum kecut dan menanggapi dengan sikap 
dingin. “Pengemis sekarang bukanlah orang yang benar-benar miskin. Di 
daerahnya, mereka meiliki rumah besar, ternak banyak dan sawah luas. 
Mengemis dibuat sebagai mata pencaharian. Jika menuruti pengemis,bisa 
bangkrut aku. Sedangkan sejak pagi tak satupun kendaraan yang berhenti 
untuk mengisi angin ataupun minta ditambal.”
Temannya berusaha menasehati dengan bijak,”Berpikir begitu 
boleh-boleh saja. Tetapi saya tetap yakin bersedekah itu lebih 
bermanfaat dan menguntungkan diri sendiri. Aku menggemarkan diri 
bersedekah sudah beberapa tahun lalu.”
“Kamu berbicara begitu karena memang sudah pantas melakukan sedekah, sebab penghasilanmu besar, punya mobil dan rumah bagus. Sedangkan diriku!? hanyalah seorang tukang tambal ban.tidak lebih dan tidak kurang!”
“Aku dulu juga seperti dirimu…… Kau tahu kan? Kehidupanku compang camping. Sekarang makan, besok harus hutang ke tetangga. Tetapi aku tidak pernah berhenti bersedekah. Maaf, ini bukan pamer ataupun membanggakan diri, tetapi maksudku berbagi pengalaman denganmu. Setiap ke masjid, aku selalu memasukan uang meskipun hanya recehan. Setiap ada pengemis datang selalu kuberi jika memang masih ada uang, tetapi kalau lagi tidak ada …air minum saja juga sudah sangat senang. Itu kulakukan secara istiqomah, Dan sungguh, aku mengalami sebuah kejadian luar biasa. Rejekiku sangat lancar, setiap ada rencana selalu berhasil, setiap transaksi selalu sukses, apa saja yang kulakukan selalu membawa berkah hingga kamu lihat sendiri seperti sekarang ini.” kata temannya itu menambahkan.
“Kamu berbicara begitu karena memang sudah pantas melakukan sedekah, sebab penghasilanmu besar, punya mobil dan rumah bagus. Sedangkan diriku!? hanyalah seorang tukang tambal ban.tidak lebih dan tidak kurang!”
“Aku dulu juga seperti dirimu…… Kau tahu kan? Kehidupanku compang camping. Sekarang makan, besok harus hutang ke tetangga. Tetapi aku tidak pernah berhenti bersedekah. Maaf, ini bukan pamer ataupun membanggakan diri, tetapi maksudku berbagi pengalaman denganmu. Setiap ke masjid, aku selalu memasukan uang meskipun hanya recehan. Setiap ada pengemis datang selalu kuberi jika memang masih ada uang, tetapi kalau lagi tidak ada …air minum saja juga sudah sangat senang. Itu kulakukan secara istiqomah, Dan sungguh, aku mengalami sebuah kejadian luar biasa. Rejekiku sangat lancar, setiap ada rencana selalu berhasil, setiap transaksi selalu sukses, apa saja yang kulakukan selalu membawa berkah hingga kamu lihat sendiri seperti sekarang ini.” kata temannya itu menambahkan.
Si tukang tambal ban tidak segera menjawab. Dia tampaknya sedang 
berpikir. Temannya lalu berkata lagi, “Memberi sedekah tidak harus 
kepada pengemis. kamu bisa mengulurkan tanganmu kepada sanak saudara atau
 siapa saja.asalkan ikhlas.”
“Benar… dan sedekah yang lebih tinggi harganya ialah ketika dirimu dalam keadaan sempit. Jangan menunggu kaya baru bersedekah. Saat sekarang ini kamu harus memulainya.” begitu temannya dengan sangat bijak dan mengena memberikan saran.
“Benar… dan sedekah yang lebih tinggi harganya ialah ketika dirimu dalam keadaan sempit. Jangan menunggu kaya baru bersedekah. Saat sekarang ini kamu harus memulainya.” begitu temannya dengan sangat bijak dan mengena memberikan saran.
Si tukang tambal ban mulai bisa menangkap makna memberi, dari 
kata-kata temannya tadi terutama kondisi dulu yang menyatakan kalau 
dirinya juga berawal dari orang yang tidak punya karena tidak punya 
pekerjaan tetap. Maka dia pantas dipercaya karena keadaanya memang sudah
 mapan dibandingkan dengan dirinya.
Keesokan harinya si Tukang tambal ban mulai menyediakan uang recehan.
 Selama uang recehan masih ada, ia tidak pernah menolak pengemis yang 
datang. Kecuali jika sudah habis jatahnya baru ia menolaknya, bahkan 
setiap pergi ke masjid dia tidak pernah melupakan sedekah ke kotak 
infaq.
Semenjak itu rejekinya lancar. Setiap hari sejak pagi hingga petang 
sambung menyambung motor yang berhenti minta ditambalkan ataupun sekedar
 mengisi angin. Bahkan dua keponakannya yang menganggur diajaknya 
membantu pekerjaan itu.
Sekarang si Tukang tambal ban telah memiliki tabungan. Dari tabungannya dia mampu menyewa tempat dan membangunnya meskipun tidak permanen. Sehingga dia kini bisa bekerja dengan tenang karena tidak harus dikejar-kejar polisi pamong praja.
Sekarang si Tukang tambal ban telah memiliki tabungan. Dari tabungannya dia mampu menyewa tempat dan membangunnya meskipun tidak permanen. Sehingga dia kini bisa bekerja dengan tenang karena tidak harus dikejar-kejar polisi pamong praja.
Seiring waktu, si Tukang tambal ban tidak hanya melayani jasa 
menambal atau mengisi angin. tetapi berkembang menjadi sebuah usaha ban 
kanisir. Bahkan dia mempunyai puluhan pelanggan perusahaan jasa 
angkutan. Kalau dulu dia menerima uang recehan dari pelanggannya. 
Sekarang dia menerima cek dari perusahaan sebagai pembayaran ban 
kanisir. Anak buahnya semakin bertambah.
Keadaan hidup si tukang tambal ban telah mapan. Dia bisa membeli 
rumah dan mobil. Setiap tahun zakat malnya dibagikan di kampung 
halamannya untuk orang-orang miskin dan yatim piatu. Bahkan dia telah 
berangkat haji bersama istrinya.
Si Tukang tambal ban berhasil membuka tabir misteri keajaiban 
sedekah. Sekarang dia benar-benar percaya bahwa sedekah itu sangat 
memberikan manfaatyang luar biasa seperti saran temannya dulu yang 
diawalnya dia tanggapi dengan sikap dingin. Subhanalloh

0 komentar:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar Anda,
Berkomentarlah yang bijak sesuai artikel dan jangan menyertakan link dalam komentar, saya akan membalas komentar di blog kawan..
Terimakasih..